Saya menjadi lebih percaya diri untuk terus melakukan aksi nyata untuk menyebarkan virus kebajikan, menciptakan budaya positif baik di rumah, di sekolah, dan dimana saja diantaranya: berdoa sebelum melakukan kegiatan, membudayakan 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun), Membiasakah Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan peduli lingkungan serta alam sekitar, berusaha melaksanakan tugas, kewajiban dan amanah dengan ikhlas, semangat, dan penuh tanggung jawab.
Saya juga selalu berusaha berbaik sangka (husnudzon) dalam menghadapi kenyataan, masalah, dan tantangan dalam keseharian, hal ini selaras dengan posisi kontrol saya sebagai manager dan menerapkan disiplin positif dalam menangani murid yang bermasalah atau melakukan pelanggaran yang dapat memperluas dampak dari setiap kegiatan yang saya lakukan.
Hal ini terbukti dari banyaknya tantangan yang terselesaikan dalam berbagai event baik di sekolah, komunitas pendidikan dan Gerakan pramuka. Di sekolah selain sebagai guru, saya mendapat tugas tambahan sebagai Koordinator P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), Tim Komite Pembelajaran, Tim inti dalam Tim Pengembang Kurikulum Operasional Sekolah, Pembina Pramuka, dan menjadi Ketua Gugus Depan Putri yang berpangkalan di sekolah saya. Dalam Komunitas Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika Kabupaten Bojonegoro saya terpilih mendapatkan amanah sebagai wakil Ketua. Selanjutnya dalam komunitas Pramuka selain disekolah Saya menjadi Andalan Ranting Bidang Gugus depan dan Andalan Cabang Bidang Gugus depan. Serta kegiatan sosial lainnya di masyarakat.
Saya juga berkolaborasi dengan murid untuk membangun kesepakatan kelas yang berorientasi pada murid untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berpedoman pada nilai-nilai kebajikan universal yang kita yakini bersama. Selain itu saya juga berusaha untuk berbagi pengalaman baik (best practice) kepada keluarga, rekan sejawat, teman sekantor ataupun komunitas pendidikan yang saya ikuti tentang bagaimana membudayakan disiplin positif pada murid, anak, ataupun anggota komunitas, bagaimana saya menerapkan disiplin dengan kasih sayang kepada murid dan anak.
Tak segan-segan saya memberikan penghargaan kepada murid baik secara verbal, gestur tubuh, ataupun lainnya, kepada murid yang telah menegakkan disiplin positif mematuhi kesepakatan kelas yang memuat nilai-nilai kebajikan yang kita yakini bersama sebagai bentuk apresiasi/penguatan karakter bahwa mereka sudah melakukan hal benar dan mendapatkan apresiasi positif dari guru agar dapat terus melakukan kebajikan. Bagi murid yang melakukan pelanggaran maka saya biasanya mengkondisikan agar mereka berinisiatif melakukan kebaikan untuk mengimbangi pelanggaran yang telah mereka lakukan.
Meski demikian saya sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Jadi, sekuat dan sebaik apapun usaha yang saya lakukan pasti jauh dari sempurna. Untuk itu, saya berusaha untuk terus belajar, membuka hati dan pikiran menjadi pemelajar sejati, meningkatkan kompetensi diri sebagai pribadi dan pendidik yang dapat berperan dan memberikan kebermanfaatan lebih banyak kepada murid, teman sejawat, orang tua, dan masyarakat.
Hal baru yang saya pelajari dari modul 1.4 ini adalah segitiga restitusi. Setelah Saya pelajari dan memahaminya saya praktikan di kelas untuk membantu murid menemukan alternatif solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Pada umumnya murid yang melakukan pelanggaran, disebabkan mereka ingin memenuhi kebutuhan dasar manusia yang belum tuntas..
Disiplin positif merupakan unsur utama dalam mewujudkan budaya positif yang ada di sekolah kita, Ki Hajar Dewandara menyatakan bahwa untuk mencapai murid yang merdeka, syarat utamanya adalah disiplin yang kuat, maksudnya disiplin diri dari motivasi internal yang kuat, jika tidak, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita (motivasi eksternal). Merdeka itu artinya: tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap untuk memerintah diri sendiri. Orang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-hilai kebajikan universal. .
Nilai-nilai kebajikan universal berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, berisi sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Posisi kontrol terbaik guru pada posisi Manajer, posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Lima kebutuhan dasar manusia yaitu bertahan hidup (survival), kebutuhan untuk diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan/penguasaan (power).
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Adapun nilai-nilai kebajikan yang diterima secara universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama berupa hal-hal seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi nilai-nilai kebajikan universal.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat (Gossen: 2004). Segitiga Restitusi merupakan tahapan untuk memudahkan para guru dan orang tua dalam melakukan proses untuk menyiapkan murid/anaknya untuk melakukan restitusi. Posisi kontrol terbaik guru adalah sebagai manager karena membantu murid menguatkan motivasi internal untuk melakukan disiplin positif pada diri mereka. Guru bersama murid menemukan solusi dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Kesepakatan kelas yang memuat nilai-nilai kebajikan yang universal, perlu dibuat dengan melibatkan murid agar meningkatkan motivasi internal mereka dalam menciptakan budaya positif. Dalam proses membantu murid menemukan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi, guru perlu melakukan restitusi dengan tahapan segitiga restitusi sebagi berikut:
1. Menstabilkan identitas, bertujuan untuk mengubah identitas murid dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses;
2. Validasi tindakan yang salah, bertujuan memenuhi kebutuhan dasar murid. Dalam teori kontrol menyatakah bahwa setiap tindakan pasti ada maksud/tujuannya;
3. Menanyakan keyakinan. Menurut teori kontrol bahwa untuk membangun budaya positif perlu motivasi internal agar lebih kuat. Pada tahapan ini, guru membimbing murid agar kembali pada kesepakatan kelas yang telah disepakati.
Sampai saat ini Banyak hal menarik dan diluar dugaan yang telah saya alami, terutama ketika dan setelah menerapkan segitiga restitusi. Diantaranya, banyak perubahan positif yang ditunjukkan murid, misalnya mereka menjadi lebih ramah, bahagia, tidak mengulangi kesalahan yang pernah mereka perbuat. Bahkan, mereka menjadi lebih terbuka, akrab dan percaya diri dalam kesehariannya. Saya sering trenyuh ketika mendengar masalah yang mereka hadapi. Ternyata benar, ketika murid melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan universal, pada dasarnya mereka sedang memenuhi kebutuhan dasarnya. Murid butuh bantuan guru untuk bisa membimbing mereka menguraikan masalah, membangkitkan mereka dari perasaan gagal menjadi sesuatu yang manusiawi dan menemukan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi.serta mereka menjadi lebih berprestasi sesuai karakteristiknya.
Banyak perubahan yang terjadi dalam pola pikir saya setelah mempelajari materi pada modul 1.4 diantaranya: membangun budaya positif di sekolah membutuhkan kerja ikhlas, kerja cerdas dan kerja keras oleh seluruh guru, kepala sekolah, murid dan warga sekolah. Bahwa saya pemegang kontrol pada diri saya sendiri, saya tidak bisa mengontrol orang lain tanpa seijin orang yang bersangkutan. Untuk mendisiplinkan diri perlu disusun langkah-langkah strategis. Diantaranya, guru sebagai tauladan bagi muridnya untuk membudayakan disiplin positif, guru perlu gerak lebih cepat meskipun dari hal-hal yang sederhana dan mudah.
Perlu motivasi internal agar dapat terbentuk budaya disiplin positif yang berkelanjutan dan menguatkan karakter murid. Salah satu kebutuhan manusia yang mendasar adalah disayangi, dihargai, dan diterima. Penghargaan perlu diberikan secara proporsional agar menguatkan karakter murid dalam melaksanakan budaya positif. Meminimalisasi pemberian hukuman bila perlu ditiadakan, karena pada dasarnya murid yang melakukan kesalahan sedang berproses, belajar bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pengalaman saya dalam membangun budaya positif di kelas adalah membuat kesepakatan kelas pada awal tahun pelajaran. Langkah-langkah penyusunan kesepakatan kelas adalah:
1. Saya memfasilitasi siswa murid menuliskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran di kertas yang berbeda.
2. Saya memfasilitasi murid membacakan hasil pemikiran yang telah mereka tulis dan mengelompokkannya sesuai isi dari hasil pemikiran mereka
3. Saya berkolaborasi dengan murid untuk menyusun kesepakatan kelas berdasarkan hasil pemikiran murid dengan acuan: dari, untuk dan oleh murid, menggunakan kalimat positif.
4. Murid menulis ulang kesepakatan kelas yang telah diyakini nilai kebajikannya
Pengalaman lainnya adalah menerapkan disiplin positif, misalnya religius, budaya 5S, PHBS (Perilaku hidup bersih dan sehat), peduli lingkungan dan alam sekitar, teori kontrol, motivasi, hukuman, penghargaan, baik di kelas ataupun disekolah. Posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, dan segitiga restitusi. Tidak semua rencana berjalan dengan mulus, banyak hal-hal baru yang saya temui ketika menerapkan disiplin positif ada dukungan, hambatan dan tantangan lainnya. Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah SWT semua masalah ada solusi, semua hambatan dan tantangan dapat teratasi.
Berbagai rasa yang saya alami ketika menerapkan budaya positif di kelas ataupun disekolah, ada sedih, kesal, kecewa, prihatin, senang, dan bahagia. Sedih dan prihatin ketika mendengar masalah yang dialami murid, kecewa, kesal apabila ada guru ataupun orang tua yang mengedepankan egonya dalam menghadapi masalah yang dihadapi murid. Senang dan bahagia ketika dapat membantu murid menemukan solusi dari masalah yang mereka hadapi, ketika mereka bisa tersenyum kembali, saat mereka dapat menguatkan karakter positif mereka, dan ketika dapat meraih prestasi sesuai dengan karakteristiknya.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi control guru, posisi yang paling sering saya pakai adalah pemantau, manajer, dan pembuat rasa bersalah. dan perasaan Anda saat itu adalah sedih, kesal, prihatin, senang dan bahagia Setelah mempelajari modul ini, posisi yang saya pakai sebagai manajer, jika tidak memunginkan maka saya akan mengambil posisi sebagai pemantau. Perasaan saya sekarang lebih senang dan bahagia karena dapat memberikan manfaat lebih banyak kepada orang lain khususnya untuk murid. Perbedaannya adalah sekarang saya lebih banyak mengambil peran sebagai manager dalam memposisikan kontrol saya sebagai guru.
Sebelum mempelajari modul ini, Saya pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid yaitu ketika mendapati murid saya membawa rokok di dalam tasnya saat ke sekolah. Tahap yang Saya praktikkan adalah menstabilkan identitasnya, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Saya mempraktikannya dimulai tahap 1 menstabilkan identitas dengan, menanyakan bagaimana ceritanya sehingga ada rokok didalam tasnya. Setelah mendengarkan ceritanya dengan seksama lalu saya menvalidasi tindakan yang salah dengan menanyakan bahwa adakah manusia yang sempurna di dunia ini? Lalu saya menyakan perihal orang tua dan keluarganya. Ternyata, dia anak yatim sejak usia 4 tahun. Dia merasa kurang perhatian dan kasih sayang Ibu dan Ayah tirinya yang bekerja di luar kota. Selama ini dia tinggal bersama kakek dan neneknya. Selanjutnya saya menanyakan keyakinan yang tertuang dalam kesepakatan kelasnya. serta membimbing murid untuk melihat bagaimana kehidupan anak-anak seumuran dia yang hidupnya lebih susah dan kurang beruntung. Saya mengajak murid untuk menjadi orang yang pandai mensyukuri nikmat Allah SWT dan berdamai dengan kondisi yang ada. Alhamdulillah sekarang dia menjadi lebih baik, percaya diri dan lebih berdamai dan menerima keadaan.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, hal-hal lain yang menurut Saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah Sikap religius yang mendasari guru, murid dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya baik kepada Tuhannya dan manusia di sekitarnya.
Selanjutnya in syaa Alloh, saya akan melakukan aksi nyata modul 1.4 Budaya Positif. Agar lebih fokus dalam kegiatan aksi nyata, maka saya sampaikan rancangan tindakan untuk aksi nyata sebagai berikut:
Demikian kesimpulan dan refleksi saya tentang Budaya Positif.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Salam sehat dan bahagia selalu
Penulis: Sri Retna Prasilirum Samyamaji, S.Pd. Guru di SMPN 1 Sukosewu Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro ( Calon Guru Penggerak Angkatan ke-5).
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjunganya dan harap memberikan kritik, saran yang mendukung.